TERJEMAH HUJJAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
(karya: KH Ali Maksum(
(karya: KH Ali Maksum(
MENGHADIAHKAN PAHALA UNTUK ORANG
YANG SUDAH WAFAT
جَوَازُ هِبَةِ ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ وَالصَّدَقَةِ لِلْمَيِّتِ وَوُصُوْلِ
ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ وَأَعْمَالِ الْبِرِّ لِلْمَيِّتِ
وَهُوَ مِنْ مَسَائِلِ الْفُرُوْعِ الْخِلَافِيَّةِ. فَلَا يَجُوْزُ
بِشَأْنِهِ إِثَارَةُ الْفِتَنِ وَالْجِدَالِ وَالْإِنْكَارِ عَلَى الْقَائِلِ وَالْعَامِلِ
بِهِ وَلَا عَلَى الْمُخَالِفِ, وَلَا يَنْبَغِيْ أَنْ يَقَعَ بَيْنَهُمَا مَا لَا
يَنْبَغِيْ وَقُوْعُهُ بَيْنَ أَخَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ. وَلَئِنْ كَانَ لِلْمَانِعِ
مُسْتَنَدٌ, فَإِنَّ لِغَيْرِهِ مُسْتَنَدًا كَذَلِكَ.
فَقَدْ قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ : إِنَّ
الْمَيِّتَ يَنْتَفِعُ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ, كَمَا يَنْتَفِعُ بِالْعِبَادَةِ
الْمَالِيَّةِ مِنَ الصَّدَقَةِ وَنَحْوِهَا.
Menghadiahkan pahala bacaan, shodaqah dan amal sholeh merupakan salah satu
dari sekian furu’ khilafiyah yang seharusnya tidak mendorong
terjadinya fitnah, pertengkaran, perdebatan dan sikap antipati kepada orang
yang melakukannya dan yang menentangnya. Kedua belah pihak yang saling berbeda
pendapat sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh
sesama saudara muslimnya. Karena masing-masing pihak tentu memiliki alasan dan
argumentasi sendiri yang membenarkan amaliahnya.
Ibnu Taimiyah mengatakan : “Mayit dapat mengambil manfaat dari pahala
bacaan ayat Al-Qur`an orang lain yang dihadiahkan kepadanya, sebagaimana ia
juga dapat mengambil manfaat dari pahala ibadah maliyah seperti
shadaqah dan sejenisnya.
وَقَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ فِيْ كِتَابِ
الرُّوْحِ : أَفْضَلُ مَا يُهْدَى اِلَى الْمَيِّتِ الصَّدَقَةُ وَالْإِسْتِغْفَارُ
وَالدُّعَاءُ لَهُ وَالْحَجُّ عَنْهُ. وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَإِهْدَاؤُهَا
اِلَيْهِ تَطَوُّعًا مِنْ غَيْرِ أَجْرٍ فَهَذَا يَصِلُ اِلَيْهِ كَمَا
يَصِلُ اِلَيْهِ ثَوَابُ الصَّوْمِ وَالْحَجِّ. وَقَالَ فِيْ مَوْضِعٍ آخَرَ
مِنْ كِتَابِهِ : وَالْأَوْلَى اَنْ يَنْوِيَ عِنْدَ الْفِعْلِ أَنَّهَا لِلْمَيِّتِ,
وَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِذَلِكَ.
Ibnul Qayyim mengatakan didalam kitab Ar-Ruh :
“Sebaik-baik pahala yang dihadiahkan kepada mayit adalah pahala shadaqah, istighfar,
mendoakan kebaikan untuk mayit, dan ibadah haji atas namanya. Adapun pahala
bacaan ayat Al-Qur`an yang dihadiahkan secara sukarela oleh pembacanya kepada
si mayit, dan bukan karena dibayar, hal semacam ini pun sampai kepada si mayit,
sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji kepadanya”.
Ibnul Qayyim mengatakan lagi di bagian lain dari kitabnya,
bahwa yang lebih utama ketika melakukannya (membaca Al-Qur`an)
adalah hendaknya diniati agar pahalanya diberikan Allah kepada si mayit. Dalam
hal ini, tidak disyaratkan untuk melafalkan niatnya.
ذَلِكَ مَا قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ وَابْنُ
الْقَيِّمِ نَقَلَهُ عَنْهُمَا الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ حَسَنَيْنِ مُحَمَّدْ مَخْلُوفٌ,
مُفْتِي الدِّيَارِ الْمِصْرِيَّةِ السَّابِقُ. ثُمَّ قَالَ : وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ
اِلَى أَنَّ كُلَّ مَنْ أَتَى بِعِبَادَةٍ سَوَاءٌ أَكَانَتْ صَدَقَةً أَمْ قِرَاءَةَ
قُرْآنٍ اَوْ غَيْرَ ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ الْبِرِّ, لَهُ جَعْلُ ثَوَابِهَا لِغَيْرِهِ
وَيَصِلُ ثَوَابُهَا اِلَيْهِ.
Kedua pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim tersebut pernah dinukil oleh
Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf, mantan seorang mufti Mesir.........
Kemudian beliau menyatakan:
menurut pendapat ulama madzhab hanafi, bahwa orang yang melakukan
amal ibadah, baik yang berbentuk shadaqah, bacaan ayat Al-Qur`an, maupun amal
sholeh lainnya, ia boleh menghadiahkan pahalanya kepada orang lain dan kiriman
pahala tersebut sampai kepadanya.
وَفِي فَتْح الْقَدِيْرِ : رُوِيَ عَنْ
عَلِيٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ, عَنِ النَِّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,
أَنَّهُ قَالَ : مَنْ مَرَّ عَلى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ, ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهَا لِلْأَمْوَاتِ, أُعْطِيَ مِنَ الْأَجْرِ
بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ.
Didalam kitab Fathul Qadir diriwayatkan sebuah hadis dari
Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau
bersabda,
“Siapa saja yang melewati lokasi pekuburan dan membaca
Qul Huwalloohu Ahad (surat al-Ikhlash) sebelas kali, lantas pahala bacaannya
dihadiahkan kepada para mayit, maka ia diberi pahala sejumlah mayit itu”.
وَعَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ, فَقَالَ السَّائِلُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّا
نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوْتَانَا وَنَحُجُّ عَنْهُمْ وَنَدْعُوْ لَهُمْ, هَلْ يَصِلُ ذَلِكَ
إِلَيْهِمْ؟. قَالَ : نَعَمْ, إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُوْنِ
بِهِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بِالطَّبْقِ إِذَا أُهْدِيَ إِلَيْهِ. اهـ.
Dari Anas bin Malik ra,
bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya oleh seseorang :
“Sungguh, aku bersedekah atas nama mereka, berhaji atas nama mereka dan berdoa
memohon kebaikan untuk mereka. Apakah pahala amal yang demikian itu sampai
kepada mereka?”. Jawab beliau :
“Ya, pahalanya tentu akan sampai
kepada mereka dan mereka pun merasa gembira dengan kiriman tersebut,
sebagaimana kegembiraan salah seorang diantara kalian sewaktu menerima hadiah
satu nampan makanan”.
وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ : أَنَّ
الصَّدَقَةَ يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيِّتِ بِاتِّفَاقٍ. وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ,
فَالْمُخْتَارُ - كَمَا فِيْ شَرْحِ الْمِنْهَاجِ - وُصُولُ ثَوَابِهَا
اِلَى الْمَيِّتِ. وَيَنْبَغِي الْجَزْمُ بِهِ لِأَنَّهُ دُعَاءٌ.
Ulama syafi’iyah sepakat, bahwa pahala
shadaqah dapat sampai kepada mayyit. Namun tentang pahala bacaan ayat
Al-Qur`an, menurut pendapat yang terpilih – sebagaimana yang dijelaskan
didalam kitab Syarah al-Minhaj - juga sampai kepada si
mayit. Sebaiknya kita kokoh berpegang pada pendapat yang terpilih
ini, karena ini merupakan suatu doa.
وَمَذْهَبُ الْمَالِكِيَّةُ : أَنَّهُ
لَا خِلَافَ فِيْ وُصُوْلِ ثَوَابِ الصَّدَقَةِ إِلَى الْمَيِّتِ. وَاخْتُلِفَ فِيْ
جَوَازِ الْقِرَاءَةِ لِلْمَيِّتِ. فَأَصْلُ الْمَذْهَبِ كَرَاهَتُهَا.
وَذَهَبَ الْمُتَأَخِّرُوْنَ إِلَى جَوَازِهَا,
وَهُوَ الَّذِيْ جَرَى عَلَيْهِ الْعَمَلُ, فَيَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيِّتِ.
وَنَقَلَ ابْنُ فَرْحُوْنَ, أَنَّهُ الرَّاجِحُ.
Di kalangan ulama madzhab maliki pada umumnya tidak ada
perselisihan pendapat dalam hal sampainya pahala shadaqah kepada mayit. Yang
mereka diperselisihkan ialah tentang bolehnya menghadiahkan pahala bacaan (Qur`an
dan kakimat thoyyibah lainnya) kepada si mayit. Namun pada prinsipnya, madzhab
maliki memakruhkan hal itu.
Sedangkan para ulama mutakhirin membolehkan pengiriman hadiah pahala bacaan,
sebagaimana yang tercermin dalam amaliyah (tradisi) yang sudah
berjalan selama berabad-abad di tengah masyarakat, dan pahala yang
dikirimkannya pun dapat sampai kepada si mayit. Ibnu Farhun menukil suatu
pendapat yang menyatakan bahwa sampainya pahala bacaan kepada mayit merupakan
pendapat yang terunggul.
وَفِي الْمَجْمُوْعِ لِلْإِمَامِ النَّوَوِيِّ,
سُئِلَ الْقَاضِيْ أَبُو الطَّيِّبِ عَنْ خَتْمِ الْقُرْآنِ فِي الْمَقَابِرِ. فَقَالَ
: اَلثَّوَابُ لِلْقَارِئِ, وَيَكُوْنُ الْمَيِّتُ
كَالْحَاضِرِيْنَ تُرْجَى لَهُ الرَّحْمَةُ وَ الْبَرَكَةُ. وَيُسْتَحَبُّ قِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ فِي الْمَقَابِرِ لِهَذَا الْمَعْنَى. وَأَيْضًا فَالدُّعَاءُ عَقِيبَ
الْقِرَاءَةِ أَقْرَبُ إِلَى الْإِجَابَةِ. وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ لِلْمَيِّتِ.
Didalam kitab Al-Majmu` yang ditulis oleh imam An-Nawawi
disebutkan, bahwa al-Qadhi Abu ath-Thayyib pernah ditanya soal
mengkhatamkan Al-Qur`an di makam. Jawabnya, bahwa orang yang membaca akan
mendapatkan pahala, sementara mayit (yang ada di makam itu) bagaikan orang-orang
yang hadir menyimak, dimana mereka berharap memperoleh rahmat dan keberkahan
dari bacaan Al-Qur`an tersebut. Atas dasar ini, maka membaca Al-Qur`an di makam
adalah mustahab(sunnah). Selain itu, doa yang dibaca setelah
membaca Al-Qur`an lebih mudah dikabulkan dan bermanfaat bagi si mayit.
وَنَقَلَ النَّوَوِيُّ فِي الْأَذْكَارِ
عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعيَّةِ, أَنَّهُ يَصِلُ ثَوَابُ
الْقِرَاءَةِ إِلَى الْمَيِّتِ كَمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ ابْنُ حَنْبِلٍ وَجَمَاعَةٌ
مِنَ الْعُلَمَاءِ.
( اِنْتَهَى عَنِ الشَّيْخِ الْمُفْتِى الْمَذْكُوْرِ).
Imam An-Nawawi didalam kitab Al-Adzkar menukil pendapat
dari sekelompok ashabus-syafi’iy, bahwa pahala bacaan (Al-Qur`an
dan kalimat thoyyibah lainnya) dapat sampai kepada si mayit, sama seperti pendapat
yang dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sekelompok ulama` lainnya.
وَفِي الْمِيْزَانِ الْكُبْرَى لِلْإِمَامِ
الشَّعْرَانِيِّ : وَالخِْلَافُ فِيْ وُصُوْلِ ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ أَوْ عَدَمِ وُصُوْلِهِ
مَشْهُوْرٌ, وَلِكُلٍّ مِنْهُمَا وَجْهٌ.
وَمَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ : أَنَّ
لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ, وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ
ابْنُ حَنْبَلٍ. اهـ.( اَلمِْيْزَانُ آخِرَ كِتَابِ الْجَنَائِزِ).
Didalam kitab Al-Mizan al-Kubra yang ditulis oleh Imam
Al-Sya’rani dijelaskan, bahwa perselisihan pendapat tentang sampai atau
tidaknya pahala bacaan memang cukup terkenal. Masing-masing
kelompok memiliki dalil sendiri-sendiri. Namun menurut madzhab
Ahlissunnah, seseorang hendaklah menghadiahkan pahala amal sholehnya kepada
orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. (Lihat Al-Mizan
al-Kubra pada akhir pembahasan tentang Jenazah).
Wallaahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar